• Selama hampir 4 tahun tangan saya lebih terbiasa dengan kuas atau pensil. Konvensional. Itu sebabnya saya tidak pernah aji mumpung ke bidang designing, baik sekedar desain foto, kaus atau poster. Adobe Photoshop, Corel Draw dan segala macam aplikasi untuk mendesain bukanlah lapangan saya. Tidak suka dan tidak terbiasa. Oleh karena itu, ketika ingin menggunakan laptop untuk men-desain sesuatu saya memilih Paint. Mudah, cepat dan sederhana haaha. Hasilnya memang tidak terlalu colourful sih. Hanya saya cukup puas, toh inti dari gambar ini lebih ke kalimatnya. JESUS IS MY HOME.

    Ngomong-ngomong tentang rumah, besok saya pulang kampung lho. Ke Kabanjahe tercinta. Ah, rasanya sudah kangeeenn sekali sama rumah. Ya, rumah. Bukan, bukan bangunan rumah saya yang 1 lantai dan dikelilingi dengan ladang. Ya, saya rindu juga sih leyeh-leyeh di sofa depan TV sambil makan keripik pisang manis. Tapi, saya lebih kangen dengan orangnya. Papa, Mama, Uel. Rumah itu takkan lengkap tanpa kehadiran mereka. Rasanya itu kalau saya udah ngumpul di rumah bareng mereka, saya ngga peduli lagi apa yang terjadi di luar. Mau ada hujan deras kek, petir, badai topan, tsunami, toh saya bareng keluarga kok. Rumah saya. Orang-orang tercinta saya. Ah, jadi makin ngga sabar pulang ke rumah. Doain perjalanannya lancar ya readers. Semoga juga saya bisa dipertemukan dengan keluarga saya besok dalam keadaan sehat dan penuh sukacita. Yaaay, I’ll be home for Christmas. Thanks Papa Jesus J

    He is like a house. A house that I can come back to no matter what happens – Jung Yunho (TVXQ)

  • Di antara semua bulan dalam 1 tahun, Desember adalah bulan favorit saya. Bukan karena penghujung tahun, tapi lebih ke aura-aura setiap Desember itu rasanya bahagia terus. Yap! 25 Desember itu Natal :D Saya tahu setiap hari itu pasti merupakan anugrah luar biasa dari Tuhan, ngga kenal bulan. Tapi, Desember itu beda. Di mana-mana dengar lagu Natal, masuk supermarket atau mall ada pohon natal, terus ikut pelayanan sana sini. Banyak wejangan sana-sini dan momen terbaik itu pulaang! Haha. Intinya itu saya suka bulan Desember. 

    Merry Christmas

    Waktu Pembuatan : Desember 2011
    Tipe Pengerjaaan : Cat Air di Atas Buku Gambar Khusus Cat Air

    Kemarin aku ikut Natal Kemenkeu, tergabung dalam Tim Drama Natal dari STAN. Perayaan natalnya luar biasa megah. Gedungnya didekorasi seapik mungkin. Artis terkenal A, B, C diundang untuk mengisi acara. Paduan suara dikerahkan sebanyak mungkin untuk bernyanyi lagu-lagu natal. Semuanya harus sempurna. Kadang saya bingung. Tuhan Yesus aja pas lahir hanya di kandang domba, kok kita merayakannya terkesan hura-hura ya? Tidak, saya tidak menyalahkan siapa pun. TIdak pula menggurui siapa pun. Saya juga menikmati perayaan-perayaan yang megah itu kok. Hanya setiap Januari tiba, saya tetap menjadi manusia yang lama. Natal hanya sekedar formalitas. Seremonial. Untuk merayakan. Bukan merasakan. Jadi nyesal. Berpikir. Kemarin pas natal aku ngapain aja sebenarnya? Sibuk ngapain sebenarnya? Khotbah yang kudengar isinya apa sebenarnya? Tak jarang kita ikut perayaan natal hanya untuk menyaksikan pengisi acaranya saja. Kebaktiannya? Khotbahnya? Ah, itu hanya pelengkap.

    Lukisan di atas tidak memegahkan apa-apa. Hanya sebuah pohon natal dengan beberapa hiasan dan topi Sinterklas di atasnya. Menyatakan betapa saya rindu natal di rumah, menghias pohon natal bersama Papa, Mama dan Uel. Betapa saya rindu memakai topi sinterklas bersama Uel apapun aktivitas yang kami lakukan di rumah. Batangnya yang tegak menggambarkan betapa saya ingin memiliki iman sekokoh itu. Akar yang menjulur kemana-mana menyatakan bahwa saya ingin menjadi sumber berkat bagi banyak orang. Menjadi garam dan terang. Caranya? Tidak lebih dengan semakin dekat dengan Yesus. Disiplin beribadah. Baca firman. Introspeksi diri. Dan di atas semua itu, ada awan yang damai bersatu dengan bintang yang bersinar. Harapan saya melalui Natal 2012 ini semoga dunia tempat kita tinggal ini semakin penuh dengan kedamaian J SELAMAT NATAL 2012!


    "Natal seharusnya sebuah perayaan kelahiran Yesus Kristus yang sakral, bukan mahal. Entah dunia yang salah memberi tahu atau manusia yang salah mengerti"


  • Sebenarnya sketsa bukanlah salah satu major saya. Semenjak memulai melukis, tangan saya lebih terbiasa menggunakan kuas, palet dan cat warna. Pensil bukan salah satunya. Oleh karena itu, saya tidak terlalu bagus dalam menggambar. Bahkan menggambar objek paling sederhana sekalipun, seperti mobil atau bebek.

    Masalahnya, saya orang yang suka meng-eksplore kemampuan saya sendiri. Hanya dalam bidang seni tentunya. Saya mencintai seni. Mencoba berbagai inovasi baru bukanlah hal yang melelahkan. Malah menyenangkan. Beberapa bulan yang lalu saya memutuskan untuk belajar menggambar. Otodidak. Agar tidak tersesat dalam prosesnya saya memutuskan hanya menggambar motif saja. Atau abstrak. Selain itu, selama di kelas pun saya selalu menghajar kebosanan dengan mencorat-coret buku dengan motif-motif aneh nan ajaib.

    Tribal. Tribal hitam putih. Saya suka motif ini. Selain tidak terlalu sulit untuk ukuran kemampuan menggambar saya yang pas-pasan, saya juga suka mengarsir. Karena belum serius, gambar ini saya buat di sebuah kertas HVS yang dibagi 2. Penghematan. Hasilnya tidak terlalu mengecawakan. Saya suka. Kamu? J


    sketsa awal, masih kosong doang


    tahap pengerjaan awal

    mulai diarsir dan dirapiin 

    Terbang Tinggi

    "Terbang-terbanglah tinggi. Menembus awan, menembus langit. Tak peduli angin kencang menerjang, badai topan menghadang, jangan berhenti. Karena kutau kau mampu." 


  • Sudah lama tidak mengisi blog. Kangen rasanya. Padahal masih banyak karya yang mau diceritakan.

    Venezia Wannabe
    Dimensi : 30 x 25
    Waktu Pembuatan : Awal 2011
    Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Kanvas

    Lukisan kali ini agak random. Tidak abstrak, tidak naturalisme, tidak juga surealisme apalagi kubisme. Saya juga bingung apa yang mendorong saya membuat lukisan ini. Saat itu baru membeli kanvas namun tidak tahu harus melukis apa. Niatnya ingin melukis sesuatu yang colourful. Setelah berpikir agak lama, pandangan saya tertuju pada satu-satunya majalah National Geographic yang saya punya. Entah edisi berapa. Saya lupa. Salah satu artikelnya membahas mengenai arsitektur dan keindahan kota Venezia. Seperti mendapat wangsit, tiba-tiba saya ingin melukis kota Venezia. Sayangnya saya belum pernah kesana, maka gambar dari Google adalah satu-satunya jalan keluar. Setelah mencari-cari gambar yang cocok, saya akhirnya menemukan ini sebagai inspirasi melukis.


    Entahlah, hasil akhirnya malah jadi agak aneh. Saya terlalu ekspresif melukisnya, jika diperhatikan malah terlihat seperti rumah susun warna-warni. Frustasi, saya menamai lukisan ini “Venezia Wannabe”. Niatnya ingin jadi Venezia, malah mirip rumah susun di tepi Sungai Nil.

    Melalui lukisan ini saya jadi teringat dengan diri saya sendiri. Awal masuk kuliah dulu, saya juga sepertinya tersesat dalam mencari identitas diri. Seperti lukisan di atas, saya mencoba beradaptasi. Sayangnya, kehilangan mimpi membuat saya kehilangan jati diri juga. Di kampus saya terdapat berbagai jenis kelompok mahasiswa. Si gaul, si pintar, si religius, si aktif, dan si biasa-biasa saja. Identitas itu penting. Awalnya saya mencoba jadi si gaul. Sayang, ketakutan saya pada keramaian dan dompet yang tidak terlalu tebal menjadi hambatan utama. Menjadi si pintar hampir tidak mungkin. Saya benci belajar keuangan. Si religius terlhat menggiurkan tapi tidak semudah yang Anda bayangkan. Apalagi si aktif. Selain itu, dari SD saya juga bukan tipe anak yang suka berorganisasi. Nah, tipe terakhir, si biasa-biasa saja menjadi kasta terendah sekaligus paling terhormat di pikiran saya. Tidak perlu hebat di bidang apapun, cukup santai saja belajar seadanya dan jalani hidup seperti air mengalir. Terdengar menyenangkan, namun menjebak. Saya jadi tidak kenal diri saya sendiri. Hari ini menjadi si A, besok meniru si B, terakhirnya saya jadi zombie saja. Jujur saja, 1 tahun pertama di awal kuliah merupakan masa tersulit. Saya bingung siapa diri saya. Bingung apa mau saya. Menjalani hidup seperti mayat hidup.

    Pada akhirnya, saya belajar untuk lebih dekat dengan Tuhan. Bukan, saya tidak terobesesi menjadi si religius. Saya masih jauh dari itu. Saya hanya menunaikan kewajiban saya sebagai pengikut Kristus. Mengucapkan syukur buat setiap detik yang diberi Tuhan membuat saya sadar bahwa hidup saya indah. Potensi dan talenta yang dianugrahkan Yesus kepada saya juga sebenarnya melimpah. Saya saja yang terlau lama bersembunyi di tempurung kelapa. Mengutuki diri sendiri. Tahun kedua saya sudah berusaha untuk menjadi diri saya sendiri apa adanya. Saya yang humoris, tidak gaul, tak terlalu religius juga, ngga pintar-pintar amat, ngga aktif juga, dan yang pastinya saya bukan si biasa-biasa saja. Perlahan, saya membangun identitas, jati diri saya sebenarnya. Memutuskan mau jadi apa saya sebenarnya 10, 20 tahun ke depan. Mulai mencoba hal-hal baru yang selama ini saya takutkan. Mungkin ada sedikit rasa penyesalan. Kenapa ngga dari dulu ya? Tapi, menyesal akan membuang waktu yang begitu berharga, tak ada gunanya. Sekarang saya berdiri tegak, siap. Siap untuk masa depan yang cerah, siap menjadi diri saya sendiri. Dengan semua kurang dan lebihnya. Kuncinya ya, penerimaan diri. Dan banyak bersyukur!

  • Sadness, People Don't Need To Know

    Waktu Pembuatan : Pertengahan 2012
    Tipe Pengerjaan : Cat Minyak di atas Buku Gambar Khusus Cat Minyak


    This painting is my very first painting in oil painting. Sebelumnya aku selalu menggunakan cat air, cat papan ataupun spidol. Kali ini, I step out of my comfort zone dan mencoba melukis dengan oil painting. Well, pada percobaan pertama aku tidak menggunakan kuas sama sekali dikarenakan aku masih belum terbiasa dengan kuas untuk cat minyak. Sebenarnya saat melukis dengan cat air pun aku sudah sering menggunakan tangan untuk melukis. Namun tekstur cat minyak yang lebih oily membuatku lebih bisa mengeksplore warna-warnanya dengan sesuka hati di atas kertas gambar. Dan tanganku sepertinya langsung “klik” dengan cat minyak. Yapp, semua objek dalam lukisan di atas aku buat hanya melalui jari-jari tangan dan tanpa kuas, termasuk bunganya. Banyak hal baru yang aku pelajari melalui cat minyak. Perbedaan yang mendasar tentunya adalah tekstur cat. Selain itu, percampuran warna dengan cat minyak lebih mudah dilakukan. Tinggal menaruh warna di kertas gambar dan BLAAM kamu bisa berbuat apa saja sesuka hati dengan imajinasimu. Dengan cat air, perlu kontrol diri yang tinggi. Salah campur fatal akibatnya. Mungkin karena itu juga pelukis lebih memilih menggunakan cat minyak, alasannya, well art don’t need “imagination control” right? Namun lukisan cat minyak lebih membutuhkan banyak perhatian daripada lukisan cat air. With all my respect to all my water painting, lukisan cat air bisa aku letakkan sesuka hati. Di dinding, di atas lemari, di atas meja, di tumpukan buku belajar, anywhere : mereka tahan banting. Kalau aku memperlakukan lukisan cat minyak seperti itu, bisa dipastikan rusak berantakan tekstur warnanya.

    Now, lets go to the concept. Aku tipe orang introvert. Tidak suka curhat, tidak mampu berbicara yang ada di pikiranku dengan baik dan benar, tidak mampu bersosialisasi dengan baik, tidak suka berada di keramaian. For, like 20 years I’ve been living my life that way. Baru saat mulai kuliah ini aku bisa sedikit membuka diri terhadap “orang luar”. Sedikit. Because they said networking is important -___- Beside, aku sadar we all need friends and we cant keeping ourself in our own world. Masa kecil yang “agak keras”  juga membuatku jadi pribadi yang keras pada diri sendiri. Dari umur 12 tahun aku sudah punya prinsip “Orang lain sudah mempunyai banyak masalah dalam hidupnya, jangan tambah dengan kesedihanmu. Cukup ceritakan berita gembira kepada orang lain. They need it. They love it. Cerita sedih, well keep it to yourself”. Akibat prinsip yang terlalu naif seperti ini, aku jadi orang yang tidak suka curhat, tidak suka bercerita setiap keluh kesahku pada orang lain. Satu-satunya tempat aku curhat adalah kamarku sendiri. Pada dinding. Yes,  it's sad, but its comfortable. 8 years! 8 tahun aku sudah menyembunyikan setiap sedih, duka ,tangis, masalah, pergumulan , kekecewaan, sakit hati , kemarahan dari pandangan orang banyak. I hide it very well behind my smile, my laugh. Very well. Sifatku yang humoris juga sepertinya menambah kesempurnaan setiap sandiwara. Bukan, itu bukan sandiwara. Hanya saja there’s something about myself and my story that people don’t need to know, right? J


  • Aku suka dengan anak kecil. Bukan, aku bukan seorang pedophil. Hanya saja, melihat anak kecil bermain itu rasanya sangat menghibur.. Rasanya nikmat sekali melihat anak kecil bermain bersama dan berlarian sepanjang jalan. Aku suka melihat tawa mereka. Tawa itu tulus, tidak dibuat-dibuat. Tersenyum riang. Senyum itu bukan untuk menyenangkan orang lain, tapi itu senyum bahagia dari lubuk hati mereka. Melangkah ceria. Langkah kecil itu bukan untuk mengejar ambisi, tapi untuk menikmati hidup.Berteriak keras.  Teriak nyaring itu bukan karena amarah, melainkan semangat membara. Tawa riang mereka, langkah ceria mereka. Ah, rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan itu. Kadang aku rindu menjadi anak kecil lagi. Hidup dalam dunia kepolosanku, tanpa peduli orang mau bilang apa. Bermain sesuka hati tanpa harus memikirkan ini itu. Bermimpi setinggi langit tanpa peduli esensi dari mimpi itu. Aku rindu menjadi anak kecil. Ketika aku tidak perlu takut menjadi apa ada nya diriku sendiri. Aku rindu masa-masa ketika aku bisa berlari sepuas mungkin tanpa ada ratusan beban berat yang menggantung di pundakku. Aku rindu ketika aku bisa bebas ingin menjadi apa pun yang aku mau tanpa peduli orang lain akan setuju atau tidak. Aku rindu menjadi anak kecil. Kalau bisa, aku ingin jadi anak kecil saja selamanya. Haha bodoh











    Gambar-gambar di atas bukan gambarku. Awal Juli lalu, aku diminta menjadi salah seorang juri untuk lomba menggambar untuk anak-anak yang diselenggarakan di kampusku. Senangnya minta ampun. Bukan karena menjadi jurinya, tapi karena akhirnya aku bisa melepaskan penat dari sibuknya kampus dengan menikmati karya-karya anak kecil. Gambar anak kecil itu mungkin tidak mengandung konsep setinggi langit, tapi penuh kebebasan. Paduan warnanya mungkin tidak sehebat lukisan-lukisan Affandi. Struktur garisnya mungkin tidak sekompleks lukisan Picasso. Tapi aku suka. Karya mereka itu tulus, bebas, tidak neko-neko dan ekspresif.

    Bahkan saat menilai karya mereka aku sendiri sangat takjub. Mereka masih berusia 6-11 tahun dan sudah mampu membuat perpaduan warna sehebat ini? Di umurku yang sekarang pun aku masih ragu apakah aku sanggup menyamai karya mereka. Saat penjurian pun aku bingung setengah mati. Seni tidak dapat dinilai dari jelek atau bagusnya. Buatku, seni adalah ekspresi. Setiap warna yang ada di gambar-gambar di atas lahir dari ekspresi masing-masing anak. Ekspresi gembira, sedih, takut, serius, gugup, ragu, malas dan banyak lagi. Bagaimana mungkin menentukan juara dari masing-masing individu yang berbeda? Apa boleh buat, aku telah ditunjuk menjadi seorang juri. Tugasku menilai. Walau sebenarnya tak satu pun karya seni di dunia ini pantas dinilai dengan sekedar angka.

    Pada akhirnya, aku yang belajar banyak dari karya mereka. Belajar menjadi diri sendiri. Selama ini aku sering kehilangan jati diri dalam berkarya. Mencoba meniru-niru karya seniman terkenal hanya untuk diakui orang lain. Aku jadi seorang pembohong. Mengkhianati diri sendiri. Sampai sekarang pun aku masih belajar. Belajar untuk jujur pada diri sendiri dan tetap bersemangat dalam menjalani langkah-langkah kecil di hidupku. 

    ps: Karya-karya di atas dibuat sama anak-anak yang mengikuti lomba menggambar yang diselenggarakan di Student Center STAN awal Juli lalu. Sejujurnya aku pengen ngasih credit buat karya adik-adik yang aku post di atas. Sayangnya aku ngga tau nama-nama mereka. Tapi siapapun kalian dan dimanapun kalian sekarang, terima kasih adik-adik tercintaa. Karya kalian betul-betul mengispirasiku. Keep smiling yaa :)


  • 2012

    Waktu Pembuatan : Januari 2012
    Tipe Pengerjaan : Cat Air, Cat Papan dan Spidol di atas Buku Gambar


    2012. 339 hari telah berlalu dari kalender tahun 2012 yang tergantung di dinding kamarku. Looking back, well I’ve been doing some stuff this year. Ngga terlalu banyak sih, kuliah mungkin kegiatan yang mendominasi. Well, I’m a student anyway. Beside that, aku masih banyak berkutat di art, bersosialisasi dengan banyak orang daaan mencoba betah di tempat aku berada sekarang.

    Iseng-iseng, aku buka catatan jurnalku setahun yang lalu. FYI, I love making resolution. Tiap awal tahun aku selalu membuat daftar hal yang ingin aku lakukan dan capai di tahun itu.Tahun ini tidak berbeda. Aku membuka jurnalku pada halaman awal tahun 2012 dan melihat betapa banyak daftar hal yang ingin aku capai. Aku sampai bingung, sebenarnya apa yang aku pikirkan ketika membuat resolusi ini. 

    My 2012's Resolution
    1.       gambar/ ngelukis sebanyak mungkin
    2.       makin rajin belajar
    3.       belajar gitar sama fotografi
    4.       makin setia sama Tuhan
    5.       makin sayang sama keluarga dan teman-teman
    6.       jam doa lancar
    7.       belajar masak
    8.       buat art project yang banyak
    9.       ngga jadi korban fashion lagi
    10.   ngga malas-malas dan tidur-tidur lagi
    11.   punya akun You Tube
    12.   kembangin talenta di nyanyi
    13.   keliling Jakarta
    14.   instropeksi diri
    15.   kembangin diri di bidang ART
    16.   DISIPLIN
    17.   STARFAL sukses
    18.   ngga begadang lagi
    19.   jerawat hilang :P
    20.   jadi PRIBADI YANG LEBIH BAIK!
    (semua point-point di atas sesuai dengan apa yang aku tulis di jurnal aku pada tanggal 22 Januari 2012)

    Setelah aku perhatikan lagi, banyak hal yang belum aku penuhi sebenarnya. Walaupun sebenarnya beberapa point sedang dalam progress dan beberapa lainnya sudah aman terpenuhi. Beberapa orang mungkin anti terhadap resolusi, tapi buatku daftar resolusi  itu bagaikan cambuk buat aku. Mengingatkan aku bahwa aku adalah manusia yang pernah menginginkan itu semua dan ngga boleh nyerah dalam menggapainya. 31 Desember 2012 nanti, mungkin aku akan kecewa karena belum semuanya terpenuhi, tapi paling tidak aku bisa sedikit berbangga diri karena tahun ini aku tidak menjalaninya sebagai mayat hidup. Aku menikmati hidup ku, melakukan hal-hal yang menyenangkan dan (masih) mengejar mimpi-mimpiku.

    Beberapa minggu lagi, tahun 2012 akan segera berakhir. Melihat lagi ke belakang, aku luar biasa bersyukur sama Tuhan masih dikasih kesempatan untuk bernafas dan menulis hingga detik ini. Tanpa kasih-Nya, aku tidak akan mungkin berada di tempat ku sekarang. Salah satu pencapaian terbesarku tahun ini mungkin adalah meraih Best In Art di kampus ku. Sadar atau tidak, itu adalah salah satu alasan mengapa aku belum menyerah hingga sekarang. Bahwa masih ada orang yang menghargai karyaku, bahwa masih ada orang yang mengakui karyaku, bahwa mimpi itu sebenarnya masih bernafas, masih hidup, tinggal bagaimana cara ku bertumbuh, berjalan , berlari dan terbang menggapai mimpi itu. Menjadi seniman besar. Seorang seniman hebat J