• Stand Still

    Ah, sudah hampir 3 bulan ngga nyentuh blog lagi. Maafkan saya pembaca, rutinitas yang (lumayan) sibuk dan membosankan berhasil mengalihkan perhatian saya dari hal-hal yang menyenangkan. Bahkan, sudah hampir 2 bulan saya belum ada megang kuas lagi. Ngga tau kenapa. Padahal ngga sibuk-sibuk amat juga. Simply, just don’t want.

    Sebentar lagi kuliah saya juga selesai. Ngga pernah menyangka 3 tahun akan berjalan secepat ini dan saya harus dihadapkan dengan pertanyaan “mau jadi apa setelah ini”. Dulu, cuma berpikir pokoknya harus selesaikan kuliah dulu, baru fokus sama mimpi-mimpi yang pengen dicapai. Bad news, waktu berjalan terlalu cepat dan saya sudah terlalu nyaman di kepompong saya. Ngga mau jadi kupu-kupu.

    Sekarang malah mulai dilema. Bingung. Entah mau jadi apa. Di satu sisi saya ngga mau jadi budak pemerintah seumur hidup, berkomitmen mati-matian melayani orang yang bahkan ngga saya kenal dan melakukan hal yang ngga saya suka. Tapi, pekerjaan itu menawarkan saya hidup yang bahagia materi. Dan di sisi lain, saya pengen perjuangin mimpi saya. Jadi pelukis. Jadi penari. Pokoknya jadi seniman. Berkomitmen mati-matian memberikan karya terbaik untuk mendapat kepuasan diri dan penghargaan dari orang lain. Dan, pekerjaan itu menawarkan saya hidup yang bahagia hati tapi miskin materi.

    Saya dilema. Haruskah bertahan dengan keras kepala saya sendiri, mengikuti jalan yang sudah saya rancang sendiri dengan resiko bahkan orang-orang tercinta di dekat saya pun tidak mendukung sama sekali? Atau memenuhi harapan orang-orang terdekat saya dan tidak menjadi diri saya sendiri? Saya takut 10 tahun ke depan, saya masih terus berdiri di tempat yang sama, menyesal akan keputusan yang sudah diambil, menyalahkan kepengecutan diri sendiri dan membenci orang-orang tercinta saya.

    Terus terang, saya takut.

    Saya ingin bertahan, tapi hati saya berontak.

    Saya ingin berontak, tapi fisik sudah nyaman.

    Saya bingung.

    Saya . . . ah, sudahlah.
  • Stay

    Waktu Pembuatan : Pertengahan 2012
     Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Buku Gambar Khusus Cat Air

    Kadang saya lelah berjuang. Mengejar mimpi-mimpi yang terpatri di kepala dan memilih untuk menyerah saja. Toh, dengan keadaan saya yang kuliah di kampus kedinasan kemungkinan besar hidup dan masa depan saya sudah terjamin. Menjadi seniman justru bukanlah pilihan yang tepat karena penghasilannya yang sedikit. Mengorbankan (tawaran) jabatan sebagai PNS untuk menjadi juru warna, bukankah itu sebuah kenekatan yang bodoh?

    Pikiran-pikiran seperti ini sering sekali menghantui otak saya. Di saat beberapa bulan lagi mau wisuda dan sedang sibuk-sibuknya di kampus mengurus beberapa kegiatan dan menyusun outline, saya malah tersesat. Awalnya saya memilih untuk keluar dari zona nyaman. Saya sendiri sadar kalau saya bukan people person. Bukan orang ekstrovert. Bukan seseorang yang suka aktif di berbagai kegiatan. Dan saya takut keramaian. Lalu dengan alasan ingin mencoba yang baru dan tuntutan lingkungan, saya memilih keluar. Keluar dari watak asli saya yang layaknya katak yang terlanjur udah nyaman dalam tempurung lalu menantang dunia yang bernafaskan ambisi kesuksesan.

    Saya kemudian berani mengambil peran serta dalam kegiatan apa saja. Yang awalnya tidak mau ketemu orang baru, saya jadi terbiasa berkomunikasi dengan orang banyak. Awalnya takut, lalu terbiasa, lalu terjebak dalam kesibukan, lalu termakan kenekatan diri sendiri, lalu menyesal, lalu tak ada gunanya.. Lama-lama saya lelah. Lelah memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang memang tidak saya sukai. Terlalu banyak fokus. Saya bahkan tidak tahu lagi tujuan hidup saya apa.

    Semua orang berkoar-koar menyuruh kita untuk keluar dari zona nyaman. Saya kapok. Tidak sepenuhnya merugi memang, tapi buat apa memperoleh banyak pengakuan dan eksis dimana-mana, kalau toh sekarang saya bahkan ngga kenal lagi dengan diri saya sendiri. Hubungan pribadi saya dengan Tuhan anjlok karena termakan ego dan kesibukan, komunikasi saya dengan keluarga berantakan terkena imbas.

    Ketika kita sudah nyaman kenapa harus berubah? Bukankan dalam setiap kenyamanan kita juga berubah? Karena perubahan itu sendiri memang kekal. Apa salahnya tetap tinggal di tempat yang membuat kita bahagia? Saya tinggal bertahan saja melalui badai kecil ini, menemukan kembali bayangan saya, lalu menentukan arah dan berlari kencang mencapai apa yang orang sebut hidup bahagia. Living the 'dream come true' life J


  • To Dance, To Be Free

    Waktu Pembuatan : Awal 2013
    Tipe Pengerjaan : Cat Minyak di Atas Buku Gambar Khusus Cat Minyak

    Jujur, aku ngga pernah menyangka tugas membuat koreo untuk senam irama di kelas 2 SMP dulu malah berakhir menjadi salah satu tujuan hidupku sekarang. Yap, menari. Masih ingat banget pas senam irama dulu diiringin sama lagu Pussycat Dolls yang Flirt. Ngga ngerti lagi kenapa bisa kepilih lagu dengan judul 'begitu'. Parahnya lagi yang ngusulin lagunya ya saya haha. Maklum, dulu kita cuma perlu beat-nya doang, ngga terlalu peduli liriknya bercerita tentang apa.

    Sejak saat itu, saya jadi suka menari. Kebetulan saya memang suka lagu beraliran R&B dan hip hop dan juga mengoleksi album-album penyanyi seperti Chris Brown, Mariah Carey, Black Eyed Peas, Nelly dan Rihanna. Nah, jadinya kalau memutar lagu-lagu mereka di tape atau vcd, badan saya juga ikut bergoyang mengikuti iramanya. Seperti itu terus hingga SMA, hingga saya sadar bahwa menari memang membuat saya bahagia. Saya senang melakukannya, dan ingin terus melakukannya. Inspirasi terbesar saya untuk terus menari ya si abang Chris Brown. 

    Dan akhirnya, setelah kuliah saya mulai serius dalam bidang menari ini. Bukan, bukan menari tradisional. Awalnya saya memilih modern dance dan sekarang belajar tari kontemporer. Saya tidak pernah mengambil kursus menari. Semuanya saya lakukan secara otodidak. Belajar dari video musik, belajar dari video dancer-dancer seperti Brian Puspos dan Lyle Beniga, belajar dari tari tradisional juga. Semuanya saya lakukan tanpa beban, karena memang saya suka.

    Apa yang saya suka dari menari? Saya bisa bebas menjadi diri saya. Sepuasnya, saya bisa membuat gerakan apa saja, mengekspresikan perasaan saya. Entah sedih, senang, marah, takut atau kesal. Saya suka menuangkannya melalui pergerakan tubuh saya. Saya sendiri memang kesulitan mengungkapkan semua yang ada di pikiran saya melalui mulut dan tangan. Jadi, menari adalah sebuah pelarian yang indah. Saya bebas. Tanpa ada yang menghalangi, tanpa ada batasan, tanpa ada apapun. Hanya ada saya dan sebuah irama.

    Beberapa saat yang lalu saya pernah memadukan 2 kegiatan favorit saya. Melukis dan menari. Awalnya banyak yang skeptis dan tidak percaya. Bagaimana mungkin bisa melukis dan menari dilakukan secara bersamaan. Dan saya buktikan dengan sebuah penampilan di acara kampus saya. Dapat inspirasinya dari seorang seniman yang pernah tampil di Ellen DeGeneres dan melukis Bruce Lee sambil melakukan gerakan-gerakan seperti tarian. Saya tidak tahu siapa namanya, yang pasti sehabis menonton itu saya langsung terpukau dan baru tahun 2012 kemarin bisa mencobanya. It's really fun, though. Wanna try? :)




  • Sunyi ini tidak mencekam
    Hanya saja menghujam seluruh tubuhku
    Menembus pori-pori dan mencekik relung jiwaku
    Entah apa lagi yang harus kulakukan
    Segala macam istirahat sudah aku coba,
    tidur telentang, badan setengah meringkuk, tertidur tanpa selimut, bersandar pada dinding, memeluk boneka, duduk bersila, aaaaaaahh aku bosaaan
    -sebuah cerita ketika terkena campak


    Bertahanlah

    Gambar ini saya buat sebulan yang lalu, saat saya terkena penyakit campak dan mengharuskan saya untuk full istirahat selama kurang lebih seminggu. Sebenarnya terkena penyakit campak tidak terlalu menderita dari segi fisik, hanya bosannya luar biasa minta ampun. Jadi, selama kurang lebih seminggu saya harus bertahan di kamar, tidak boleh keluar rumah, tidak boleh mandi air dingin, tidak boleh kerja berat-berat dan harus betul-betul istirahat. Awalnya saya merasa biasa saja, bersyukur malah. Dikasih waktu untuk istirahat sama Tuhan :) Eh, mulai hari ke 3, saya sudah mengangkat bendera putih. Selain lemas karena efek virusnya, saya juga jadi kesepian. Ngga bisa kemana-mana.

    Nah, pas lagi kesepian itulah, saya iseng-iseng menggambar. Idenya ya dari novel "Dimsum Terakhir" ini yang ditulis oleh Clara Ng. Novel ini saya pinjam dari teman sekelas saya, Kiki, seminggu sebelumnya dan tergila-gila sama tulisannya. Ceritanya yang unik dan mengalir bikin saya ngga bosan berkali-kali membacanya. Daaan, saat sedang bosan itulah, saya melirik cover novel ini. Bentuknya yang seperti pohon yang hampir tumbang dan harus diikat membuat saya teringat dengan keadaan saya saat itu. Bahwa penyakit ini ngga ada apa-apanya, bahwa saya akan sembuh, bahwa saya harus berhenti mengeluh, bahwa sebentar lagi saya akan bisa kembali ke peradaban dan menghabiskan waktu bermain dan beraktivitas bersama teman-teman saya. Bahwa saya harus bertahan, sama seperti gambar di atas :)


    cover "Dimsum Terakhir" (taken from google)

  •  All my sweet little family on my paintings (minus me)

    Humorous Dad
    (Birthday Gift : 13rd July 2011)


    Beautiful Mom
    (Birthday Gift : 16th June 2011)


    Playful Brother
    (Birthday Gift : 21th February 2013)

    SAYA SANGAT MENYAYANGI KELUARGA SAYA. TITIK. :)

    ps : maaf pembaca, akhir-akhir ini saya dilanda kesibukan tiada akhir. mungkin sebulan ini tidak terlalu banyak post baru. ini juga makanya saya cuma post lukisannya doang, saya ngutang ceritanya dulu yaaaa. sampai ketemu di post berikutnyaa.

  • Through The Window

    Waktu Pembuatan : Awal 2012
    Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Buku Gambar Khusus Cat Air

    Saat itu, saya sedang menghadiri Perayaan Natal 2011 di kampus saya. Bertempat di aula kampus dan saya duduk sederet dengan beberapa teman saya. Saat sedang mendengarkan khotbah, tak sengaja mata saya melihat pemandangan di luar melalui jendela yang terletak di bagian depan gedung. Letaknya yang tinggi, membuat saya dapat melihat keadaan langit di luar. Sore itu, langit tidak lagi berwarna biru muda dan awan mulai berarak pergi. Gradasi warna yang tampak di langit betul-betul membius mata saya saat itu. Belum lagi adanya pohon-pohon dan beberapa tumbuhan yang berdiri tegak seakan membelah langit.

    Sayang, sekat-sekat jendela menghalangi pemandangan saya. Melarang saya untuk menikmati sepenuhnya karya Tuhan yang luar biasa. Saya tidak tahu kenapa, tapi saya betul-betul terpesona dengan kepingan gambar langit tersebut. Bahkan di tengah-tengah khotbah, saya dengan lantangnya mengabadikan moment itu melalui kamera hp saya sebagai inspirasi untuk lukisan ini.

    Pernahkah kita merasa seperti itu? Memandang sesuatu yang sangat indah, tapi sekat-sekat jendela menghalangi penglihatan kita. Pemandangan yang kita lihat seperti puzzle-puzzle saja. Sudah diketahui bentuknya, namun belum tersusun dengan rapi. Menyenangkan namun menyebalkan di saat yang bersamaan.

    Terkadang, jendela itu seperti mata kita. Saat melihat yang kita sukai, mata kita lapar. Ingin melihat sepenuhnya, sepuasnya. Begitu bernafsu menelanjangi objek yang sedang kita lihat. Tapi mata kita punya batas. Punya sekat juga. Sekat yang melarang kita untuk tenggelam dalam objek tersebut. Sekat yang menyuruh kita untuk berhenti memandang. Sekat yang kadang memberi tahu kita bahwa objek tersebut tak sesempurna yang kita bayangkan. Sekat itu bernama HATI.








  • Ini adalah pertama kalinya saya mencoba “body painting”. Sebenarnya udah pengen nyoba dari beberapa bulan yang lalu, udah nyobain di wajah juga, tapi hasilnya sepertinya kurang layak untuk ditampilkan di blog ini haha.

    Awalnya saya bingung mau melukis objek apa di tangan. Bingung, akhirnya saya mengikuti kata hati saja. Dari dulu saya memang suka dengan motif ini. Motif sulur-sulur daun. Entah kenapa bisa jatuh cinta dengan motif ini. Setiap kali stuck mau gambar apa, pasti yang tercipta ya motif daun-daun ini.

    Saya menggunakan krayon dengan 6 warna yang tersedia yaitu putih, kuning, hijau, merah, biru, dan hitam. Warna-warna dasar. Jadi, sebenarnya saya cukup bebas untuk memadu warna karena semua warna dasarnya lengkap. Hanya saja saat itu saya masih bingung dengan konsep gambarnya, jadi yah yang tercipta cuma segini saja.

    Sebenarnya krayon yang saya gunakan dikhususkan untuk melukis wajah. Atau dalam bahasa inggris “face painting”. Jadi, konten krayonnya aman untuk kulit wajah dan mudah dibersihkan. Lain kali saya akan mencoba di wajah dengan gambar yang lebih kompleks. Tunggu saja J


  • boring/stereotype

    Waktu Pembuatan : Akhir 2012
    Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Buku Gambar Khusus Cat Air

    Lukisan ini terinspirasi dari kegiatan belajar-mengajar yang saya alami sendiri di kampus saya. Saat itu siang hari yang terik di kelas, ada dosen yang mengajar di depan, dan cahaya memantulkan setiap bayangan kami ke papan tulis. Tak sengaja, saya memperhatikan papan tulis. Sebuah bayangan tercetak di sana. Ah, bahkan matahari pun tahu saya sedang dilanda bosan tingkat akut.

    Dari kecil, kita sudah dididik dengan cara belajar seperti itu. Seorang guru di depan kelas, puluhan murid menempati meja masing-masing dengan rapi, sebuah papan tulis, dan tembok sebagai media penghalang mata kita dengan dunia luar. Orang bilang itu kondisi belajar-mengajar yang ideal. Ya, orang bilang. Selalu begitu.

    Orang bilang kuliah itu harus tinggi-tinggi, jangan mau hanya sampai D3, kalau bisa sampai S3, kalau bisa lagi sampai es campur makannya pakai sumpit. Orang bilang ibu rumah tangga itu tidak berpendidikan, tidak prestige, ruang lingkup hidupnya cuma 3R : dapur, sumur, kasur. Orang bilang siswa/i yang aktif di kelas itu pasti orang pintar, sebaliknya si pendiam itu pasti bodoh. Tidak berpotensi. Tidak tau apa-apa. Orang bilang sukses dan bahagia itu berarti harus kaya. Punya banyak uang. Punya pekerjaan tetap. Tidak penggangguran. Tinggal di kota. Orang bilang lukisan saya biasa saja. Maaf, saya tak peduli.

    Kadang mungkin Tuhan menertawakan kita. Ia sudah menyusun ratus ribuan juta skenario yang berbeda-beda untuk kita. Tapi, rumput tetangga memang selalu warna hijau. Kita ikut-ikutan saja. Maklum, ngga ada yang jual rumput warna merah. Kita selalu mendengar apa kata orang. Melihat apa yang diperbuat orang. Meniru berkedok meneladani. Lalu memberi alasan murahan “Bukankah hal yang baik harus ditiru?”. Dan berlindung di sebuah payung bernama steorotipe. Mengikut massa yang lebih banyak.

    Salahkah jika memiliki sedikit jiwa individualis? Salahkah jika seorang sarjana memilih untuk menjadi petani? Salahkah jika seorang anak kecil bermimpi menjadi montir? Salahkah jika ada yang bilang matahari itu berwarna merah? Salahkah jika saya lebih memilih diam di kelas saat teman-teman yang lain berlomba-lomba menyuarakan pendapatnya? Salahkah jika memang saya dan Anda tak sama?

    Kadang, kita terlalu takut. Takut berbeda. Takut berbeda karena orang berbeda akan diasingkan. Takut diasingkan karena orang asing tak akan memiliki teman. Takut tak memiliki teman karena orang penyendiri akan cepat mati. Ah, steorotipe lagi.

    Saya muak.





  • The Prayer

    Waktu Pembuatan : Awal 2012
    Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Buku Gambar Khusus Cat Air


    Kenapa baru teringat berdoa ketika ada bencana yang menimpa?

    Kenapa baru teringat berdoa ketika sedang sakit?

    Kenapa baru teringat berdoa ketika menangis?

    Berdoa begitu khidmat, begitu keras  seakan takut Tuhan tak mendengar

    Berteriak begitu lantang seakan bertanya dimana tangan-Mu sekarang Tuhan

    Anda pikir Tuhan itu dewa segala bencana?

    cuma muncul ketika ada tangisan, cuma hadir ketika sakit melanda, sekedar singgah di sebuah acara pelayatan?

    Lalu ketika mukjizat-Nya belum bekerja, mengomel bertanya dimana kehadiran-Nya

    merasa ditinggalkan lalu mengancam akan ikut-ikutan meninggalkan-Nya juga

    Lalu dimana Anda ketika matahari pagi masih bersinar begitu terang?

    Sebegitu sulit kah mengucap syukur untuk sedikit nafas yang sudah terhembus?

    Sebegitu susah kah mengucap terima kasih untuk kehadiran orang-orang terkasih?

    Sebegitu kelu kah tangan ini terlipat untuk sekadar berbasa-basi pada Yang Kuasa di setiap menit yang sudah dilalui?

    Sebegitu sulitkah berdoa?

    -         -  sebuah peringatan untuk diri sendiri





  • ?

    Dimensi : Buku Gambar A3
    Waktu Pembuatan : Pertengahan 2010
    Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Buku Gambar A3

    Lukisan ini sudah lama sekali dibuat. Saya ingat sekali waktunya. Saat itu saat-saat menunggu pengumuman. Sebuah pengumuman kelulusan di universitas yang saya bangga-banggakan selama beberapa tahun. Pengumuman laknat yang buat hati saya hancur lebur tidak berbentuk sama sekali. Saya gagal menjadi seorang arsitek. Titik. Tanpa koma atau tanda tanya akan sebuah kesempatan lagi. Saya pun gamang. Apa kabar masa depanku nanti?

    Dulu, saya tidak pernah menyangka akan berakhir di kampus ini. Semenjak menemukan talenta tersembunyi saya di bidang melukis, menjadi seorang arsitek atau seniman adalah satu-satunya pilihan hidup saya. Tidak ada niatan menjadi “orang lain”.

    Saat itu saya adalah seorang pemimpi. Pemimpi garis keras. Akibat dari terlalu memuja film Laskar Pelangi (yang hebohnya luar biasa) dan memelototin novel Sang Pemimpi setiap hari, saya dengan tidak tau dirinya  membuat daftar mimpi-mimpi yang harus dicapai saat dewasa nanti. Kuliah arsitek, jadi arsitek, bikin gedung-gedung mewah yang belum pernah dibuat di dunia, dapat gaji 2 M, jadi penulis skenario, filmnya tembus Oscar, jalan di red carpet, ketemu Brad Pitt dan kawan-kawan, main di Broadway, melukis kanvas segede gaban, punya rumah di Beverly Hills, dapat hadiah Nobel dan sejuta mimpi lainnya yang untuk kebaikan jantung Anda tidak saya muat di sini. Jujur, saat itu saya bangga. Bangga karena saya pikir dengan bermimpi saja dan sedikit usaha untuk bekerja keras, saya bisa menaklukkan dunia. Meraih semua mimpi itu tanpa terkecuali. Parahnya lagi, saat itu saya masih labil. Keteguhan iman saya masih lebih kecil dari seekor kecebong yang baru menetas. Saya lupa saya punya Tuhan.

    Seiring usia beranjak, saya sadar semakin tua. Eh, semakin dewasa maksudnya. Tingkat kewarasan saya pun semakin baik. Saya sadar, sesadar-sadarnya bermimpi saja tidak cukup. Tidak akan pernah cukup. Anda pikir Walt Disney saat masa mudanya cuma bermimpi, tidak melakukan apa-apa? Dia melakukan sesuatu. Bekerja keras untuk meraih mimpinya.

    Bermimpi memang tidak salah, tapi tidak cukup. Tidak akan pernah cukup. Kalau toh talenta saya di bidang melukis, kenapa malah pengen borong semuanya mulai dari arsitek sampai jadi tetangga Brad Pitt? Fokus. Saya harus bisa memilah yang mana jadi tujuan hidup saya. Iya sih, saya juga ingin memenangkan Oscar untuk kategori Best Original Screenplay. Tapi biarlah mimpi yang satu itu cukup hinggap di kepala saya saja tanpa ada niatan untuk menginap.

    Sekarang saya fokus ingin menjadi seniman. Belajar bekerja keras untuk menghasilkan karya-karya yang tidak hanya bagus tapi juga menginspirasi. Yang bisa membuat orang tersenyum dan juga bersyukur untuk hidupnya. Membagi waktu sebaik mungkin di tengah-tengah kesibukan saya sebagai seorang pelajar. Berjalan terus sambil menyerahkan semuanya pada Tuhan. Iyaa, saya sudah ingat kok. Saya punya Tuhan. Yang Baik, Yang Maha Kuasa, Yang Punya Rencana. Kemanapun dia bawa saya melangkah, entah sesuai dengan mimpi saya, atau berbeda 180 derajat, biarlah Dia saja yang tahu. Saya yakin kok. Percaya rencana-Nya jauh lebih hebat , jauuuuuuuuuuuuh lebih hebat daripada daftar mimpi-mimpi-keterlaluan saya. Saya cukup mengerjakan se-terbaik yang saya bisa, sisanya ada di tangan Dia J


    All our dreams can come true, if we have the courage to pursue them - Walt Disney
  • maaf pembaca, saya sudah lama tidak menge-post karya baru. sebulan ini banyak hal yang terjadi. ujian akhir di semester 5 dan liburan selama 2 minggu lebih di Kabanjahe. seperti yang Anda tahu sinyal modem di kampung tercinta saya itu tak pernah mengizinkan saya "bercinta" dengan internet. jadilah setelah kembali ke peradaban, baru saya bisa beraksi lagi di blog ini :))

    kali ini sedang tidak ingin mebagi karya sendiri. teman-teman saya juga luar biasa semua karyanya. saya belajar banyak dari karya mereka. Semoga Anda juga suka. Enjooy!

    ini karya Ricky, teman sekelas saya di tingkat 2 dan 3. tangannya luar biasa. apa saja dari origami dan flanel bisa dibentuknya jadi karya yang bagus nan lucu. sebenarnya kedua gambar di atas saya ambil dari koleksi post-it milik dia. yang sebelah kiri digambar oleh Umar dan sebelah kanan digambar oleh saya, kemudian disempurnakan oleh Ricky :))



    yang ini juga dibuat oleh Ricky. dari kertas origami. saya tukang fotonya saja. berlatar sebuah kelas di Gedung I.



    yang ini dibuat oleh Rio. seorang tukang sketsa. teman sekelas di tingkat 2. dulu sering cerita dan minta diajarin sketsa sama dia. maklum saya bukan juru gambar, tapi juru warna. digambar di sebuah tissuee. milik saya tentunya. dibuang-buang untuk menggambar sketsa. kreatip!


    ini mural. dibuat oleh Ade, Rafly dan Taufik. entah kenapa sejak pertama sekelas di tingkat 1, saya ngga pernah membayangkan mereka akan berada dalam 1 tim untuk mengerjakan sebuah karya seni. dan lihatlah hasilnya. seharusnya dinding-dinding se-Jakarta mereka saja yang menghias haha. ini dibuat untuk lomba mural di kampus saya dengan tema Free Your Soul. bukan hanya saya yang suka, banyak orang juga yang suka. mereka berhasil jadi juara 3. SELAMAT! :))


    Orang-orang seperti mereka lah yang membuat saya ngga pernah (ingin) berhenti mengejar mimpi saya. Saya tau, saya sadar sepenuhnya mimpi untuk dikejar. Bukan sekadar diumbar kemudian menguap seperti abu kremasi. Bersisa tapi tak bernyawa. Percuma. Terima kasih teman-teman. Entah kenapa saya berharap di masa depan nanti, ketika saya sudah jadi seniman terkenal (amin) saya ingin berbagi karya dengan kalian. Mengerjakan suatu proyek bersama-sama. Semoga tercapai!


  • sebelum baca post di bawah, ada baiknya Anda membaca post yang ini dulu




    mengambil sedikit kesempatan di tengah-tengah persiapan ujian aplikom besok :)

    Gambar ini saya buat seminggu yang lalu. Tidak bisa tidur dan tidak tau mau ngapain, akhirnya saya ambil kertas gambar yang sudah saya posting di artikel di atas, mengecatnya dengan warna hitam ala tribal black and white, kemudian membuatnya sedikit berwarna dengan sentuhan cat papan/cat kayu.

    Terbang tinggi itu tidak cukup. Di atas setiap awan masih ada langit luas yang bisa dijelajahi. Kuliah di kampus favorit dan akan memiliki jaminan hidup makmur sebagai PNS juga tidaklah cukup. Masih banyak hal-hal yang harus dicapai. Kepuasan hati bekerja sesuai dengan passion juga sepertinya wajib untuk dicapai. Tapi, saat ini yang paling penting adalah lulus dulu. Sekarang sedang masa ujian akhir di Semester 5, semoga semangat belajar saya tetap bertahan di garis normal sepanjang 2 minggu ke depan. Semoga penyusunan outline yang akan dimulai beberepa bulan lagi juga berjalan dengan lancar. Semoga November tahun ini bisa memakai toga. Amin.

    Tuhan, izinkan aku lulus tahun ini yaaaa :3 - Meylina, mahasiswa tingkat akhir, isi doa setiap hari
  • Black Sakura In My Heart

    Dimensi : 31 x x21
    Waktu Pembuatan : Awal 2012
    Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Kanvas


    Hello readers! J
    Kali ini saya mau menulis tentang cinta. Haha selama ini lebih sering menulis tentang mimpi-mimpi saya, bicara tentang cinta sepertinya menyenangkan. Sayang, lukisan yang ingin saya ceritakan kurang menyenangkan.

    BIasanya saya hanya melukis kalau mood sedang baik, jarang-jarang saya melukis dalam keadaan menyedihkan. Tapi entah kenapa, patah hati yang ini sepertinya sangat menyakitkan sampai-sampai harus diabadikan dalam lukisan. Peristiwanya sebenarnya sudah lama. Saya juga sudah move on. Tapi mengingat sedikit tentang masa lalu yang buruk itu tidak ada salahnya juga. Paling tidak sekarang saya sudah belajar bagaimana untuk tidak jatuh terlalu dalam lagi.

    Orang bilang jatuh cinta itu menyenangkan. Mereka lupa bilang kalau tak selamanya jatuh cinta harus berbalas. Mereka sepertinya lupa menulis “hati-hati” di belakang kata “menyenangkan”. Seharusnya orang sadar yang namanya jatuh itu sakit. Tak peduli kata apapun yang mengikutinya. Tapi jatuh cinta menawarkan lubang dalam yang nyaman. Yang membuat kupu-kupu di perutmu menggila setiap memikirkannya. Yang membuat otakmu hanya dipenuhi dengan wajah dan senyumnya. Yang membuatmu tak sadar kalau dia telah berada di lubang lain. Bersama orang lain. Yang membuatnya nyaman setengah mati dan tak mau jatuh ke lubang lain lagi.

    Beberapa bulan saya terjebak dalam kondisi seperti itu. Berpikir positif paling tidak memikirkannya membuatku bahagia, berharap padanya seperti orang bodoh. Tak pernah berusaha berpikir negatif bahwa dia tak pernah memikirkan saya dengan intensitas yang sama. Melihat saya dengan kupu-kupu yang sama. Memikirkan saya dengan senyum yang sama.

    6 bulan kemudian, saya berakhir seperti pohon di atas. Tumbuh tinggi menuju awang-awang indahnya jatuh cinta, tapi gugur terlalu cepat karena toh jatuh cinta tak selamanya indah. Tak selamanya berbalas.

    Seperti hidup, jatuh cinta juga proses belajar. Belajar naik dari lubang yang dalam setelah sadar kamu sudah terlalu lama di dalamnya. Sadarlah, dia tidak akan berpindah. Toh, setelah naik kamu akan menemukan lubang dalam lainnya lagi. Jalan saja sesuai kata hati, dan bila saatnya sudah tiba kamu akan jatuh di lubang yang tepat. Dan lihat, sudah ada yang menunggu di sana. Bukan, bukan belatung. Tapi dia. Yang Tuhan izinkan. 




  • Selamat Tahun Baru 2013 pembaca!
    Semoga tahun ini hidup kita lebih baik lagi dan lebih berguna bagi banyak orang J


    Saya cuma mau bilang kalau hidup saya luar biasa, dengan sikap bodoh saya, dengan senyum ceria saya, dengan keluarga super di samping saya, dengan teman-teman baik di sekitar saya, dengan omongan-omongan jahat yang terdengar di telinga saya, dengan setiap pergumulan di hati saya, dengan setiap tangisan di mata saya, dengan setiap mimpi-mimpi aneh saya, dengan setiap napas yang saya keluarkan. Hidup saya luar biasa. Dan untuk itu saya pantas bersyukur. Tidak, saya harus bersyukur. Tidak, saya wajib bersyukur. Pada Tuhan.

    Bahkan untuk satu detik yang telah saya sia-siakan, saya pantas bersyukur. Bersyukur untuk waktu yang mengizinkan saya untuk bersantai-santai. Bersyukur untuk semut yang mencuri sisa-sisa makanan di kamar saya. Bersyukur bisa bolos di kampus. Bersyukur bisa kena flu. Bersyukur masih bisa lihat senyummu. Bersyukur masih bisa tertawa. Bersyukur masih bisa merasakan enaknya teri medan. Bersyukur untuk setiap hal-hal kecil yang bahkan sering saya anggap tak berguna.

    Bisa apa saya sekarang kalau bukan karena campur tangan-Nya? Satu-satunya nafas penopang hidup saya juga dari Dia.

    Hari ini, detik ini, jangan lupa bersyukur yaaa J

    ps : sorry for the bad quality photo. it's my shadow actually hehe




  • JESUS CHRIST

    Dimensi : 34 x 25
    Waktu Pembuatan : Paskah 2011
    Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Kanvas


    Hey readers  J lama tak bersua!

    Maaf buat kekosongan yang lama di blog ini. Maklum libur Natal dan Tahun Baru di kampung halaman  tercinta betul-betul membuat saya terlena. Sebenarnya ide untuk post kali ini sudah ada sejak tahun lalu, sayang Natal kemarin saya berada di Kabanjahe.Kemampuan internet berjalan melalui operator modem saya kurang memadai. Jadilah post ini harus saya tunda dulu. Soo, enjoy my very very late Christmas gift.

    Saya sudah pernah bilang kan kalau major saya dalam melukis adalah aliran abstrak. Entah kenapa tangan ini kurang biasa dalam melukis objek nyata dan jelas. Saat memutuskan untuk melukis Tuhan Yesus pun sebenarnya saya masih ragu. Dengan kemampuan diri saya sendiri. Tapi, dorongan itu begitu kuat. Entah kerasukan apa, saya tiba-tiba ingin sekali melukis Tuhan Yesus  sebagai persembahan untuk Yesus di hari Paskah 2011 lalu. Well, Tuhan kasih jalan melalui teman saya yang menampilkan karyanya (gambar Tuhan Yesus) dalam format digital di sebuah socmed. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengikuti karya teman saya, dalam format lukisan.

    Jujur, sebelumnya saya belum pernah melukis wajah. Sekalinya nyoba, malah langsung wajah Yang Maha Esa. Takut? Jelas. Tanggung jawabnya tentu besar. Kalau saya mengacaukan lukisan-Nya, perasaan bersalah itu pasti besar sekali. Dan untuk lukisan tersebut lah, saya sampai berdoa kuat sekali. Mohon kekuatan. Mohon kemampuan. Jarang-jarang saya berdoa dulu sebelum melukis.

    Pada prosesnya, banyak kesalahan terjadi. Komposisi warna, tata letak mata dan hidung, perpaduan warna, proporsi wajah dan rambut dan yang paling sulit kawat duri. Berulang kali saya harus menimpa dengan cat yang baru pada bagian kawat duri karena merasa kurang pas. Setelah hampir 3,5 jam, akhirnya lukisan tersebut selesai. Saya menyelesaikannya sampai begadang. Mengecek berkali-kali bagian mana yang masih kurang. Memastikan bahwa lukisan ini sempurna, sesempurna nama-Nya. Sampai saat ini pun, lukisan ini adalah master piece saya. Kebanggaan saya.

    Pada akhirnya, saya bahagia. Bersyukur. Tuhan begitu baiknya ngasih talenta yang luar biasa pada saya. 
    Mengapa selama ini tak saya gunakan sepenuhnya untuk memuliakan nama-Nya?

    Oleh karena itu, salah satu resolusi saya tahun 2013 ini adalah:
    Setiap bulan saya harus bisa menghasilkan minimal 1 lukisan bertema rohani. Entah itu kisah Musa dan perjalanan bangsa Israel, nyanyian Raja Daud, kisah kelahiran Yesus, karya-karya Yesus, ataupun perjalanan hidup Tuhan Yesus. Harus.

    Semoga terwujud! J