• Stay

    Waktu Pembuatan : Pertengahan 2012
     Tipe Pengerjaan : Cat Air di Atas Buku Gambar Khusus Cat Air

    Kadang saya lelah berjuang. Mengejar mimpi-mimpi yang terpatri di kepala dan memilih untuk menyerah saja. Toh, dengan keadaan saya yang kuliah di kampus kedinasan kemungkinan besar hidup dan masa depan saya sudah terjamin. Menjadi seniman justru bukanlah pilihan yang tepat karena penghasilannya yang sedikit. Mengorbankan (tawaran) jabatan sebagai PNS untuk menjadi juru warna, bukankah itu sebuah kenekatan yang bodoh?

    Pikiran-pikiran seperti ini sering sekali menghantui otak saya. Di saat beberapa bulan lagi mau wisuda dan sedang sibuk-sibuknya di kampus mengurus beberapa kegiatan dan menyusun outline, saya malah tersesat. Awalnya saya memilih untuk keluar dari zona nyaman. Saya sendiri sadar kalau saya bukan people person. Bukan orang ekstrovert. Bukan seseorang yang suka aktif di berbagai kegiatan. Dan saya takut keramaian. Lalu dengan alasan ingin mencoba yang baru dan tuntutan lingkungan, saya memilih keluar. Keluar dari watak asli saya yang layaknya katak yang terlanjur udah nyaman dalam tempurung lalu menantang dunia yang bernafaskan ambisi kesuksesan.

    Saya kemudian berani mengambil peran serta dalam kegiatan apa saja. Yang awalnya tidak mau ketemu orang baru, saya jadi terbiasa berkomunikasi dengan orang banyak. Awalnya takut, lalu terbiasa, lalu terjebak dalam kesibukan, lalu termakan kenekatan diri sendiri, lalu menyesal, lalu tak ada gunanya.. Lama-lama saya lelah. Lelah memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang memang tidak saya sukai. Terlalu banyak fokus. Saya bahkan tidak tahu lagi tujuan hidup saya apa.

    Semua orang berkoar-koar menyuruh kita untuk keluar dari zona nyaman. Saya kapok. Tidak sepenuhnya merugi memang, tapi buat apa memperoleh banyak pengakuan dan eksis dimana-mana, kalau toh sekarang saya bahkan ngga kenal lagi dengan diri saya sendiri. Hubungan pribadi saya dengan Tuhan anjlok karena termakan ego dan kesibukan, komunikasi saya dengan keluarga berantakan terkena imbas.

    Ketika kita sudah nyaman kenapa harus berubah? Bukankan dalam setiap kenyamanan kita juga berubah? Karena perubahan itu sendiri memang kekal. Apa salahnya tetap tinggal di tempat yang membuat kita bahagia? Saya tinggal bertahan saja melalui badai kecil ini, menemukan kembali bayangan saya, lalu menentukan arah dan berlari kencang mencapai apa yang orang sebut hidup bahagia. Living the 'dream come true' life J


  • To Dance, To Be Free

    Waktu Pembuatan : Awal 2013
    Tipe Pengerjaan : Cat Minyak di Atas Buku Gambar Khusus Cat Minyak

    Jujur, aku ngga pernah menyangka tugas membuat koreo untuk senam irama di kelas 2 SMP dulu malah berakhir menjadi salah satu tujuan hidupku sekarang. Yap, menari. Masih ingat banget pas senam irama dulu diiringin sama lagu Pussycat Dolls yang Flirt. Ngga ngerti lagi kenapa bisa kepilih lagu dengan judul 'begitu'. Parahnya lagi yang ngusulin lagunya ya saya haha. Maklum, dulu kita cuma perlu beat-nya doang, ngga terlalu peduli liriknya bercerita tentang apa.

    Sejak saat itu, saya jadi suka menari. Kebetulan saya memang suka lagu beraliran R&B dan hip hop dan juga mengoleksi album-album penyanyi seperti Chris Brown, Mariah Carey, Black Eyed Peas, Nelly dan Rihanna. Nah, jadinya kalau memutar lagu-lagu mereka di tape atau vcd, badan saya juga ikut bergoyang mengikuti iramanya. Seperti itu terus hingga SMA, hingga saya sadar bahwa menari memang membuat saya bahagia. Saya senang melakukannya, dan ingin terus melakukannya. Inspirasi terbesar saya untuk terus menari ya si abang Chris Brown. 

    Dan akhirnya, setelah kuliah saya mulai serius dalam bidang menari ini. Bukan, bukan menari tradisional. Awalnya saya memilih modern dance dan sekarang belajar tari kontemporer. Saya tidak pernah mengambil kursus menari. Semuanya saya lakukan secara otodidak. Belajar dari video musik, belajar dari video dancer-dancer seperti Brian Puspos dan Lyle Beniga, belajar dari tari tradisional juga. Semuanya saya lakukan tanpa beban, karena memang saya suka.

    Apa yang saya suka dari menari? Saya bisa bebas menjadi diri saya. Sepuasnya, saya bisa membuat gerakan apa saja, mengekspresikan perasaan saya. Entah sedih, senang, marah, takut atau kesal. Saya suka menuangkannya melalui pergerakan tubuh saya. Saya sendiri memang kesulitan mengungkapkan semua yang ada di pikiran saya melalui mulut dan tangan. Jadi, menari adalah sebuah pelarian yang indah. Saya bebas. Tanpa ada yang menghalangi, tanpa ada batasan, tanpa ada apapun. Hanya ada saya dan sebuah irama.

    Beberapa saat yang lalu saya pernah memadukan 2 kegiatan favorit saya. Melukis dan menari. Awalnya banyak yang skeptis dan tidak percaya. Bagaimana mungkin bisa melukis dan menari dilakukan secara bersamaan. Dan saya buktikan dengan sebuah penampilan di acara kampus saya. Dapat inspirasinya dari seorang seniman yang pernah tampil di Ellen DeGeneres dan melukis Bruce Lee sambil melakukan gerakan-gerakan seperti tarian. Saya tidak tahu siapa namanya, yang pasti sehabis menonton itu saya langsung terpukau dan baru tahun 2012 kemarin bisa mencobanya. It's really fun, though. Wanna try? :)




  • Sunyi ini tidak mencekam
    Hanya saja menghujam seluruh tubuhku
    Menembus pori-pori dan mencekik relung jiwaku
    Entah apa lagi yang harus kulakukan
    Segala macam istirahat sudah aku coba,
    tidur telentang, badan setengah meringkuk, tertidur tanpa selimut, bersandar pada dinding, memeluk boneka, duduk bersila, aaaaaaahh aku bosaaan
    -sebuah cerita ketika terkena campak


    Bertahanlah

    Gambar ini saya buat sebulan yang lalu, saat saya terkena penyakit campak dan mengharuskan saya untuk full istirahat selama kurang lebih seminggu. Sebenarnya terkena penyakit campak tidak terlalu menderita dari segi fisik, hanya bosannya luar biasa minta ampun. Jadi, selama kurang lebih seminggu saya harus bertahan di kamar, tidak boleh keluar rumah, tidak boleh mandi air dingin, tidak boleh kerja berat-berat dan harus betul-betul istirahat. Awalnya saya merasa biasa saja, bersyukur malah. Dikasih waktu untuk istirahat sama Tuhan :) Eh, mulai hari ke 3, saya sudah mengangkat bendera putih. Selain lemas karena efek virusnya, saya juga jadi kesepian. Ngga bisa kemana-mana.

    Nah, pas lagi kesepian itulah, saya iseng-iseng menggambar. Idenya ya dari novel "Dimsum Terakhir" ini yang ditulis oleh Clara Ng. Novel ini saya pinjam dari teman sekelas saya, Kiki, seminggu sebelumnya dan tergila-gila sama tulisannya. Ceritanya yang unik dan mengalir bikin saya ngga bosan berkali-kali membacanya. Daaan, saat sedang bosan itulah, saya melirik cover novel ini. Bentuknya yang seperti pohon yang hampir tumbang dan harus diikat membuat saya teringat dengan keadaan saya saat itu. Bahwa penyakit ini ngga ada apa-apanya, bahwa saya akan sembuh, bahwa saya harus berhenti mengeluh, bahwa sebentar lagi saya akan bisa kembali ke peradaban dan menghabiskan waktu bermain dan beraktivitas bersama teman-teman saya. Bahwa saya harus bertahan, sama seperti gambar di atas :)


    cover "Dimsum Terakhir" (taken from google)